Pada perbankan syariah ada banyak sekali kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas risiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada artikel ini penulis akan membahas mengenai prinsip jual beli pada perbankan syariah. Tulisan ini disarikan dari buku saku perbankan syariah yang diterbitkan oleh Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah(PKES).
Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:
1. Pembiayaan Murabahah
Data statistik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) mengenai laporan perkembangan perbankan syariah tahun 2004 menunjukkan sekitar 66,3 persen pembiayaan syariah menggunakan akad jual-beli. Kendati mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003 yang mencapai 71,5 persen, hal itu bukan berarti peminat pembiayaan murabahah menurun. Hal ini justru menunjukkan, bahwa produk perbankan syariah lainnya juga sangat diminati.
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari suplier ditambahkan dengan keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan apabila telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Murabahah biasanya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Pada transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Bila dilihat sekilas, terdapat persamaan jual beli murabahah dengan pembiayaan konsumtif. Persamaannya antara lain, pembiayaan yang diberikan adalah barang (motor, mobil, dll.)/bukan uang, dan pembayarannya secara cicilan. Namun, jika diperhatikan lebih dalam sesuai dengan fatwa DSN MUI, karakteristiknya berbeda. Terdapat beberapa perbedaan utama antara jual beli murabahah dengan pembiayaan konsumen.
2. Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara penangguhan sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Pada praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
Ketentuan umum Salam:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas "A" dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
• Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
• Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
3. Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum:
• Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah
• Sebagai contoh dari pelaksanaan istishna adalah melakukan pemesanan barang dimana pembayarannya dilakukan dengan kredit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar